Pionir Setengah Hati

UIN Jakarta mengutus 98 atlet dan peserta untuk 45 kategori lomba dalam Pionir 2015 di Palu. Persiapan para atlet dan peserta terkesan  buru-buru.

Pekan Ilmiah, Olahraga, Seni, dan Riset (Pionir) Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) VII 2015 di Palu tinggal menghitung hari. Alih-alih mengharumkan nama kampus, perhatian Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap sebagian atlet dinilai tak serius.

Soal keterlambatan dana seleksi contohnya. Uang yang mestinya dialokasikan untuk keperluan selama proses seleksi dan latihan, baru turun Kamis pekan lalu—hampir satu bulan pasca-penutupan seleksi akhir Maret. Walhasil, tak sedikit peserta Pionir merasa kecewa atas keterlambatan pencairan dana tersebut.

Cabang bulu tangkis salah satu nya. Sejak proses seleksi hingga sudah menjalani 12 kali latihan, para atlet tepok bulu itu terpaksa merogoh kocek pribadi lantaran dana yang belum turun. “Kadang saya juga nombokin untuk beli kok,” keluh atlet sekaligus pelatih bulu tangkis UIN Jakarta, Naufal Najmuddin, Selasa (21/4).

Keterlambatan dana seleksi juga dialami Divisi Futsal Federasi Olahraga Mahasiswa (Forsa) UIN Jakarta. Khairul Irsal bersama beberapa rekannya di divisi futsal, juga harus menggunakan uang pribadi untuk keperluan selama proses seleksi dan latihan lantaran uang yang belum cair. Bahkan tak jarang mereka mengandalkan uluran tangan senior barang hanya membeli minum saat latihan. “Persiapan Pionir yang kurang dari dua bulan itu belum cukup,” kata Irsal, Jumat (23/4) sore.

Bendahara Pengeluaran Pembantu Kemahasiswaan UIN Jakarta, Romdani menjelaskan, keterlambatan pencairan dana disebabkan ada cabang olahraga yang belum menyerahkan laporan pertanggungjawaban hasil seleksi. Penyerahan proposal pengajuan dana seleksi yang tak serentak dari semua cabang, katanya, jadi salah satu faktor terlambatnya pencairan dana.

Belum lagi, tambah Romdani, beberapa proposal yang sudah diajukan juga bisa terkena revisi oleh  keuangan. Padahal, lanjut Romdoni, sebetulnya semua cabang yang sudah menyelesaikan proposal bisa langsung menerima uang seleksi. “Lebih enaknya semua cabang menyelesaikan revisi terlebih dahulu, jadi dana bisa cair semuanya,” jelas Romdoni, Senin (20/4).

Sementara itu, Kepala Sub Bagian Bina Bakat dan Minat Mahasiswa (Kasubag BBMM), Masruri menuturkan, keterlambatan dana seleksi lantaran ada salah satu cabang olahraga yang belum menyelesaikan proses administrasi hasil seleksi. “Keuangan meminta kelengkapan data, kami hanya mengajukan saja,” ujar Masruri saat ditemui di ruangannya, Kamis, (23/4).

Meski begitu, menurut Ketua Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan (KMPLHK) Kembara Insani Ibnu Batuta (Ranita), Nur Hidayat, keterlambatan pencairan dana itu tetap berpengaruh pada keuangan organisasi. Karena keterlambatan itu, ia terpaksa meminjam uang untuk latihan anggota atlet panjat dindingnya.

Pria yang akrab disapa Bledig ini menilai pihak Kemahasiswaan UIN Jakarta belum siap menghadapai Pionir. Menurutnya, persiapan Pionir tahun ini terkesan memaksakan. Padahal, pihak kampus tahu jika Pionir merupakan agenda rutin  dua tahunan bagi UIN Jakarta.

Terkait Pionir yang terkesan buru-buru, Masruri punya alasan. “Untuk persiapan Pionir yang kurang dari dua bulan saja menghabiskan dana Rp700 juta lebih, apalagi lebih dari dua bulan,” jelas Masruri. Lebih dari itu, menurutnya, Pionir bukan hanya ajang cari prestasi, namun juga untuk mempererat silaturahmi dengan PTK lainnya.

Menurut Bledig, UIN Jakarta bisa menyelam sambil minum air dalam Pionir yang digelar di IAIN Palu nanti. “Walaupun Pionir bukan hanya ajang cari prestasi, tapi UIN Jakarta harus menunjukkan prestasinya agar bisa meningkatkan rating UIN Jakarta sendiri,” tegas Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini, Jumat (24/4).

Fasilitas Kurang Memadai

Tak hanya waktu persiapan Pionir yang terkesan mepet, fasilitas untuk para atlet juga belum memadai. Divisi Olahraga Bulu Tangkis Forsa UIN Jakarta terpaksa menyewa gedung olahraga di daerah Pamulang setiap kali latihan. Padahal menurut Naufal, jika fasilitas memadai, motivasi atlet untuk menang bisa semakin besar.

Serupa Forsa, atlet panjat dinding KMPLHK Ranita juga terpaksa menumpang di tempat lain setiap kali latihan. “Kita juga mengeluarkan biaya lebih untuk ongkos dan makan,” ujar Bledig, salah satu atlet panjat dinding Ranita.

Menanggapi berbagai keluhan itu, Masruri mengaku pihak Kemahasiswaan UIN Jakarta sudah capek menuruti keinginan mahasiswa. Katanya, kalau untuk Ranita, sebetulnya pengajuan wall climbing telah disetujui. Tapi, karena waktu yang mepet makanya belum bisa langsung direalisasikan.

Tak Belajar dari Kesalahan

Dari Rp700 juta dana yang diusulkan, Kemahasiswaan UIN Jakarta rupanya tak menganggarkan uang protes. Uang protes merupakan uang yang diberikan official dari pihak kampus ke panitia Pionir jika sewaktu-waktu ada kecurangan dalam penyelenggaraan Pionir.

Dalam Pionir di Banten 2013 lalu misalnya. Berdasarkan penuturan Bledig, kala itu cabang panjat tebing UIN Jakarta sebenarnya bisa menggondol medali emas. Namun, kemenangan itu kandas setelah Bledig yang melihat kecurangan tak bisa berbuat apa-apa.

Masruri membenarkan kejadian itu. Pihak Kemahasiswaan UIN Jakarta yang saat itu menjadi official memang tak melayangkan protes lantaran tidak melihat selisih waktu saat lomba. “Tak adanya protes kala itu hanya ketidakpuasan  Ranita. Itu biasa lah,” tutupnya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.