Belajar Sejarah dari Senandung Ibu Pertiwi

 

Apa yang terlintas dalam pikiran kamu ketika mendengar “sejarah”? Sebagian orang menganggap sejarah sebagai sesuatu hal yang usang, tidak keren, dan membosankan. Sedangkan sebagian orang lainnya sejarah sebagai mesih waktu. Yup, kita bakal tahu apa kejadian di masa lalu yang mempengaruhi apa yang terjadi saat ini. Lalu bagaimana mencintai sejarah? Apa harus membaca tumpukan buku sejarah? Sebetulnya ada cara asyik menikmati sejarah. Kamu bisa mencintai sejarah lewat seni. Misalnya melihat Pameran Senandung Ibu Pertiwi yang menampikan lukisan koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia.

Pekan lalu, saya dan beberapa teman saya diundang Jadi Mandiri untuk menghadiri Pameran Senandung Ibu Pertiwi di Galeri Nasional. Hal ini tentunya menjadi kebanggan tersendiri karena kami sudah didaftarkan di hari sebelumnya. Jadi kami tidak perlu antre. Kenapa tidak mengantre jadi kebanggan? Antreannya panjang banget! Mungkin karena area pameran yang terbatas, jadi tidak semua orang bisa langsung masuk tanpa harus menunggu.

Oiya, pameran ini digelar Kementerian Sekretariat Negara sebagai bagian dari rangkaian acara dalam pemeringati Kemerdekaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-72 2017. Pameran tahun ini jadi pemeran lukisan Istana Kepresidenan yang kedua kalinya. Tahun lalu Kementerian Sekretariat Negara sudah mengadakan pameran yang sama dan di tempat yang sama.

Namun pameran tahun ini lebih banyak memamerkan lukisan dibandingkan tahun lalu. Tahun lalu ada 28 lukisan dari 21 pelukis. Sedangkan untuk tahun ini Kementerian Sekretariat Negara menampilkan 48 lukisan dari 41 pelukis.

Perkawinan Adat Rusia karya Makovsky (Dok. Internet)
Sejak pertama kali kaki di pintu masuk pameran, saya langsung disuguhkan dengan lukisan Perkawinan Adat Rusia karya Makovsky yang ditampilkan lewat LED. Sembari tim pengamanan di Geleri Nasional memeriksa barang-barang yang saya bawa, pandangan saya tak teralihkan dengan lukisan terebut. Saya rasa lukisan lainnya akan lebih menarik lagi.

Bermodalkan smartphone dan powerbank saya masuk ke dalam ruang pameran. Awalnya saya rasa menjepret foto dengan smartphone akan kurang asyik. Malam sebelumnya saya meminjam kamera mirrorless teman. Tapi malam itu juga Jadi Mandiri mengumumkan di grup whatsapp tentang barang-barang yang dilarang dibawa di antaranya kamera mirrorless. Dengan berat hati saya harus meninggalkan mirrorless yang sudah dipinjam.

Setelah melewati pemeriksaan keamanan, saya langsung disambut 12 lukisan bertemakan Keragaman Alam. Pada ruangan ini menggambarkan hal yang menarik dari kepulauan di Indonesia. Pada ruangan ini, saya sangat kagum dengan lukisan berjudul Bertamasya ke Dieng karya Kartono Yudhokusumo berukuan 89 x 151 cm. Pada lukisan ini, Kartono menyuguhkan pemandangan yang dilukis dengan penuh warna.

Panitia memandu romongan pengunjung.
Berlanjut ke ruangan selanjutnya, ada 11 lukisan yang terpampang di dinding yang menceritakan dinamika keseharian para petani, nelayan dan para pedagang di nusantara. Saat memasuki ruangan ini, saya melihat rombongan pengunjung yang dipandu panitia.

Memasuki ruangan selanjutnya, saya mehilat potret perempuan perempuan Indonesia di masa lampau. Dalam ruangan ini ada beberapa potret perempuan dari berbagai daerah, seperti lukisan Halimah Gadis Atjeh karya Dullah, lalu ada Gadis Toraja karya Henk Ngantung, Penari Wanita Kalimantan Timur karya Wardoyo, Wanita Yogya karya Trubus, dan masih banyak lagi.

Di ruangan ini saya juga melihat tingkah laku nekad seorang pengunjung yang menembus pagar demi foto yang mungkin eksklusif. Dengna sigap seorang tim pengamanan langsung berlari dan menyuru pengunjung nekad untuk keluar. Padahal sudah jelas ada peringatan untuk  tidak melewati pagar atau menyentuh lukisan. Ada-ada saja.

Ruangan potret lukisan perempuan perempuan Indonesia di masa lampau.

Wajar saja apabila pengaman pameran ini sangat ketat. Dari informasi yang saya dapatkan dari kompas.com disebutkan kalau satu lukisan diasuransikan senilai Rp 2 miliar. Itu baru satu lukisan. Dalam pameran Senandung Ibu Pertiwi menampilkan 48 lukisan. 48 x Rp 2 miliar sama dengan Rp 96 miliar!!!! Nilai yang fantastis.

Pada ruangan selanjutnya ada hal yang tidak kalah menarik dari tema-tema lukisan di ruangan sebelumnya. Tema mitologi dan religi menggambarkan kisah masyarakat dari berbagai pelosok Kepulauan Nusantara yang kaya dengan nilai-nilai mitologi. Terlebih lagi, semua nilai-nilai tersebut berasal dari perpaduan agama-agama besar yaitu Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha.

Njai Roro Kidul karya Basoeki Abdullah
Lukisan yang jadi daya tarik semua pengunjung adalah lukisan Njai Roro Kidul karya Basoeki Abdullah berukuran 159 x 120cm. Mungkin semua orang tertarik dengan kisah mistis Nyai Roro Kidul sang Ratu Pantai Selatan. Dalam karyanya, Basoeki Abdullah menggambarkan sosok Nyari Roro Kidul yang tengah menari dengan gaun berwarna hijau dengan hiasan kalung mutiara.

Para pengunjung pun tak bisa menahan rasa untuk memfoto atau selfie dengan latar lukisan Njai Roro Kidul. Saya pun harus menunggu giliran saat pengunjung lain berfoto.

Masih di ruangan yang sama, ada lukisan yang menarik lainnya. Lagi-lagi Basoeki Abdullah menyajikan lukisan yang ciamik. Lukisan Djika Tuhan Murka menyampaikan makna tersendiri. Lukisan berukuran 200 x 300cm tersebut berkisah tentang orang-orang yang memelas, menangis dan meminta belas kasih tuhan.



Sepasang ibu dan anak menikmati lukisan Djika Tuhan Murka karya Basoeki Abdullah

Di sudut ruangan lain, ada sebuah ruang khusus yang menampilkan potongan-potongan sejarah yang berhubungan dengan perkembangan seni di Indonesia. Dari zaman Presiden Soekarno hingga Presiden Jokowi. Ruangan tersebut juga menampilkan dokumen-dokumen negara ya masih berhubungan dengan perkebangan kesenian.
Ruangan sepilihan potongan sejarah.

Setelah mengitari lokasi pameran selama hampir satu jam saya mendapatkan pelajaran baru. Yaitu potret-potret kejadian masa lampau tentang keindahan alam Indonesia, wanita Indonesia, mitologi, dan aktivitas nelayan dan petani Indonesia. Pasalnya 48 lukisan dari 41 pelukis dibuat pada abad 19 dan 20. Kebanyakan lukisan dilukis sebelum kemerdekaan Indonesia.  Tentunya pameran Senandung Ibu Pertiwi jadi kado spesial dalam Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-72.

Oiya, kalau kamu mau datang ke pameran lukisan koleksi istana negara masih bisa lho. Pameran ini dibuka sampai 30 Agustus 2017. Kalau kamu malas untuk antre, kamu bisa melakukan reservasi online lewat www.bek-id.com


Terima kasih Senandung Ibu Pertiwi \o/

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.