Edukasi Media Ajarkan Masyarakat Melek Media

 
 
Setiap hari hidup manusia tidak terlepas dari media. Entah itu media cetak ataupun media elektronik. Mayoritas manusia tahu jika media memberikan pencerahan karena memberikan informasi dan pengetahuan yang terbaru. Namun, di samping itu media terkadang memberikan informasi yang keliru bahkan membodohi masyarakat.

Dari hal itu, Repoter INSTITUT, Syah Rizal, mewawancarai Andi Faisal Bakti, Dosen Komunikasi Antaragama dan Budaya, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (16/12) untuk dapat mengetahui perlukah edukasi media diterapkan di Indonesia. Berikut petikan wawancaranya.

Menurut Anda, bagaimana edukasi media di Indonesia?
Saya rasa di Indonesia masih lemah dalam edukasi media. Hal itu dikarenakan masyarakat Indonesia masih rendah dalam melek baca tulis. Tapi, sebetulnya yang disebut melek itu mempunyai kemampuan membaca, memahami, mengamalkan, menganalisis, melakukan sintesis, mengevaluasi, dan menciptakan. Jadi ada tujuh level pembacaan. Nah, masyarakat Indonesia umumnya berada di level satu, yakni membaca informasi. Kalau bacaan yang ringan masyarakat Indonesia bisa mengerti. Namun, begitu membaca bacaan yang sifatnya analisis seperti berita, tidak semua masyarakat Indonesia bisa memahami. Hal itulah yang menjadi indikasi jika masyarakat Indonesia masih rendah dalam baca tulis

Lantas, apakah perlu masyarakat Indonesia mempelajari edukasi media?
Ya, perlu sekali. Media itu merupakan sumber informasi dan sumber pengetahuan. Bahkan sekarang ada mata pelajaran yang menggunakan media sebagai salah satu sumber kajian informasi. Media juga jadi alat untuk mengedukasi anak-anak dan orang-orang yang putus sekolah. Namun, format edukasi media kita ini harus mempunyai perencanaan yang matang untuk mengedukasi bangsa Indonesia. Karena kalau tidak ada perencanaan yang matang, maka pencapaiannya itu tidak jelas. Jangan-jangan media malah membodohi masyarakat. Artinya, tidak memberikan nilai tambah cara berpikir masyarakat kita.

Lalu, apakah yang menjadi kendala dalam edukasi media di Indonesia?
Dahulu, Walisongo itu sukses karena mengedukasi masyarakat dengan local knowledge seperti wayang. Hal itu membuat masyarakat dapat menyerap pesan yang disampaikan oleh Walisongo. Sedangkan saat ini dalam pemberian edukasi media kepada masyarakat tidak menggunakan bahasa masyarakat, tetapi malah menggunakan bahasa ilmiah atau bahasa intelektual. Jangankan masyarakat di luar Pulau Jawa, masyarakat Pulau Jawa juga belum tentu bisa memahami bahasa-bahasa intelektual.

Bagaimana perbandingan melek media Indonesia dengan negara-negara lain?
Tentu saja kalau wilayah negera maju di luar Indonesia seperti Jepang, Singapura, Hongkong, Taiwan, Australia, Eropa, dan Amerika itu memang sudah tinggi tingkat kesadaran medianya. Negara-negara itu lebih melek media ketimbang Indonesia. Tapi, jika dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, dan Filipina, Indonesia tidak terlalu tertinggal jauh dalam hal melek media. Namun, jika dibandingkan dengan Timor Timur, Laos, dan Kamboja mungkin Indonesia lebih tinggi akan melek media.

Apakah pemerintah harus berperan dalam pemberian edukasi media?
Ya jelas, karena mereka yang memberikan aturan dan kebijakan. Namun, di Indonesia aturan itu hanya aturan bersifat instruktif. Seharusnya media kalau ingin maju harus datang dari masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Namun, yang terjadi malah media konglomerasi dan kemudian mengomersialkan informasi.

Lantas, idealnya edukasi media yang diharapkan itu seperti apa?
Edukasi media yang ideal adalah yang mampu mencerahkan masyarakat. Dengan memberikan informasi yang berguna untuk peningkatan kualitas masyarakat. Bukan sebaliknya, yang membuat masyarakat terbodohkan dan jadi gelap gulita akan media. Media seharunya memberikan pengetahuan yang dikemas secara menghibur.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.