Gaya Hidup
Simulasi Sidang PBB Cari Solusi LGBT
Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender (LGBT) merupakan persoalan global yang rasanya sangat sensitif untuk dibicarakan. Solusinya pun sangat sulit untuk didapat. Di beberapa negara, LGBT memang telah dapat diterima lantaran kaum tersebut dianggap memiliki hak untuk menjadi LGBT. Namun faktanya, di sebagian besar negara-negara di dunia, LGBT masih tetap mendapatkan diskriminasi dari masyarakat umum.
Dalam pelatihan simulasi sidang PBB yang diselenggarakan International Studies Club (ISC) UIN di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta, Sabtu (14/12), 23 mahasiswa dari UIN Jakarta, UIN Gunung Jati Bandung dan Universitas Negeri Jakarta membahas isu LGBT serta memberikan solusi atas permasalahan LGBT sesuai dengan pandangan negara yang mereka wakilkan.
Selama acara berlangsung, diskriminasi terhadap LGBT, efek dari LGBT, gangguan mental yang diidap LGBT, hingga lokasisasi kaum LGBT dikaji sampai tuntas oleh setiap delegasi dalam acara yang bertajuk International Studies Club Diplomatic Course (ISCDC) ini.
Walaupun hanya sekadar simulasi sidang PBB, acara yang sebelumnya telah memberikan pelatihan terlebih dahulu ini mewajibkan para delegasi untuk mematuhi berbagai peraturan selama simulasi sidang berjalan. Peserta yang menjadi delegasi memakai pakaian formal dan berbahasa Inggris setiap kali berargumentasi. Di akhir simulasi sidang, para delegasi memberikan draf resolusi akan kasus LGBT.
Pada simulasi sidang PBB tersebut, draf resolusi yang diajukan delegasi Indonesia, Australia, China, Algeria, dan Mesir disetujui sebagian besar delegasi melalui voting dan menjadi solusi untuk mengatasi LGBT.
Draf resolusi yang disetujui mayoritas delegasi tersebut berisi usulan agar pemerintah tidak melegalkan pernikahan sesama jenis. Hal itu karena pernikahan sejama jenis dapat meningkatan penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan akan menurunkan angka kelahiran di dunia. Resolusi yang lain adalah agar pemerintah membuat tempat rehabilitasi untuk kaum LGBT.
Adit yang menjadi delegasi Inggris dalam simulasi sidang PBB menanggapi acara yang diselenggarakan International Studies Club dengan positif. “Acara ini bagus karena mengajarkan tentang simulasi sidang PBB. Semoga acara simulasi sidang PBB ini sering diselenggarakan,” ujarnya.
Namun, Adit yang duduk di semester sembilan jurusan Manajemen Internasional UIN Jakarta menyayangkan dalam acara yang diselenggarakan selama dua hari tersebut tidak semua peserta aktif dalam debat mencari solusi LGBT. “Debatnya masih kurang greget,” ucap Adit dengan nada kecewa.
Senada dengan Adit, Faruq Arjuna juga menganggap delegasi lainnya kurang aktif dalam debat. Namun, dia menganggap hal tersebut wajar karena ada beberapa mahasiswa yang baru pertama kali mengikuti simulasi sidang PBB.
Faruq juga mengapresiasi acara tersebut. “Saya mengapresiasi acara ini. Acara ini bagus untuk mahasiswa fakultas lain yang peduli akan isu internasional,” ujar mahasiswa jurusan Hubungan Internasional semester tiga tersebut.
Dalam pelatihan simulasi sidang PBB yang diselenggarakan International Studies Club (ISC) UIN di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta, Sabtu (14/12), 23 mahasiswa dari UIN Jakarta, UIN Gunung Jati Bandung dan Universitas Negeri Jakarta membahas isu LGBT serta memberikan solusi atas permasalahan LGBT sesuai dengan pandangan negara yang mereka wakilkan.
Selama acara berlangsung, diskriminasi terhadap LGBT, efek dari LGBT, gangguan mental yang diidap LGBT, hingga lokasisasi kaum LGBT dikaji sampai tuntas oleh setiap delegasi dalam acara yang bertajuk International Studies Club Diplomatic Course (ISCDC) ini.
Walaupun hanya sekadar simulasi sidang PBB, acara yang sebelumnya telah memberikan pelatihan terlebih dahulu ini mewajibkan para delegasi untuk mematuhi berbagai peraturan selama simulasi sidang berjalan. Peserta yang menjadi delegasi memakai pakaian formal dan berbahasa Inggris setiap kali berargumentasi. Di akhir simulasi sidang, para delegasi memberikan draf resolusi akan kasus LGBT.
Pada simulasi sidang PBB tersebut, draf resolusi yang diajukan delegasi Indonesia, Australia, China, Algeria, dan Mesir disetujui sebagian besar delegasi melalui voting dan menjadi solusi untuk mengatasi LGBT.
Draf resolusi yang disetujui mayoritas delegasi tersebut berisi usulan agar pemerintah tidak melegalkan pernikahan sesama jenis. Hal itu karena pernikahan sejama jenis dapat meningkatan penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan akan menurunkan angka kelahiran di dunia. Resolusi yang lain adalah agar pemerintah membuat tempat rehabilitasi untuk kaum LGBT.
Adit yang menjadi delegasi Inggris dalam simulasi sidang PBB menanggapi acara yang diselenggarakan International Studies Club dengan positif. “Acara ini bagus karena mengajarkan tentang simulasi sidang PBB. Semoga acara simulasi sidang PBB ini sering diselenggarakan,” ujarnya.
Namun, Adit yang duduk di semester sembilan jurusan Manajemen Internasional UIN Jakarta menyayangkan dalam acara yang diselenggarakan selama dua hari tersebut tidak semua peserta aktif dalam debat mencari solusi LGBT. “Debatnya masih kurang greget,” ucap Adit dengan nada kecewa.
Senada dengan Adit, Faruq Arjuna juga menganggap delegasi lainnya kurang aktif dalam debat. Namun, dia menganggap hal tersebut wajar karena ada beberapa mahasiswa yang baru pertama kali mengikuti simulasi sidang PBB.
Faruq juga mengapresiasi acara tersebut. “Saya mengapresiasi acara ini. Acara ini bagus untuk mahasiswa fakultas lain yang peduli akan isu internasional,” ujar mahasiswa jurusan Hubungan Internasional semester tiga tersebut.
Tidak ada komentar