Dugaan Kudeta Timbulkan Perseteruan Habibie-Prabowo



Judul Buku      : Kudeta Mei ’98, Perseteruan Habibie - Prabowo
Penulis             : Arwan Tuti Artha
Penerbit           : Galangpress
Tahun Terbit    : Cetakan 1, 2007
Tebal               : 160 halaman
ISBN               : 979-24-9985-7

Mei 1998 adalah peristiwa besar bagi sejarah perkembangan Indonesia. Peristiwa itu juga menjadi tanda bagi berakhirnya era orde baru dan membawa Indonesia menuju era reformasi. Pada waktu itu Presiden Soeharto mengundurkan dirinya dari kursi presiden akibat hilangnya kepercayaan masyarakat Indonesia kepada dirinya.

Sesuai dengan Pasal 8 UUD 1945 yang berbunyi apabila presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti wakil presiden sampai habis waktunya. Dari itu, Bachruddin Jusuf (BJ) Habibie akhirnya menggantikan posisi Soeharto sebagai presiden.

Dalam buku yang berjudul Kudeta Mei ’98, Perseteruan Habibie-Prabowo ini menceritakan kegelisahan Habibie karena merasa akan dikudeta oleh Prabowo Subianto. Habibie mendapat laporan dari Wiranto yang menjabat sebagai Panglima ABRI. Wiranto melaporkan ada pasukan liar dari luar kota yang digiring oleh Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad), Prabowo Subianto yang diduga akan mengudeta BJ Habibie.

Mendengar hal itu, Habibie yang baru menjabat sebagai presiden merasa akan ada dikudeta. Dengan itu, Habibie meminta pangkostrad harus diganti secepatnya. Habibie melakukan hal tersebut karena ia sadar dirinya sebagai presiden di masa transisi dapat dikudeta tanpa terencana. Habibie mengganti Prabowo karena tidak melakukan check and recheck terhadap informasi yang ia terima dari Wiranto.

“Ini suatu penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya, Presiden Soeharto. Anda telah memecat saya dari pangkostrad”. Pernyataan itu keluar dari mulut Prabowo setelah Habibie meminta pergantian pangkostrad. Namun, menurut Habibie, Prabowo tidak dipecat melainkan jabatannya diganti menjadi Komandan Staf Sekolah Komando (Sesko) ABRI di Bandung.

Lalu, dalam buku ini dijelaskan tidak pernah Prabowo mengudeta. Buku setebal 160 halaman ini menggambarkan jika Prabowo ingin mengudeta Habibie bukanlah hal yang sulit karena ia adalah panglima dengan 34 batalion. Akan tetapi, saat itu Prabowo tidak memiliki niat untuk mengudeta Habibie.

Dalam buku ini mengutip beberapa tulisan buku Habibie yang berjudul Detik-Detik yang Menentukan, Perjalanan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Buku tersebut menyudutkan Prabowo. Buku yang diterbitkan oleh Galangpress ini mengungkapkan kekecewaan terhadap buku Habibie.

Arwan Tuti Artha sebagai wartawan yang menulis buku ini dengan mengutip banyak buku bacaan yang mempunyai perspektif berbeda tentang perseteruan Habibie dengan Prabowo. Kekurangan dari buku ini adalah informasi yang disampaikan penulis menyudutkan Prabowo. Namun, buku ini menjadi penengah antara berbagai buku pro-Habibie dan pro-Prabowo. Akan tetapi, dari berbagai buku bacaan tidak ada buku mengenai  Prabowo yang seharusnya bisa membuat buku ini lebih lengkap.

Hal yang menarik dari buku yang menjelaskan perseteruan Habibie dan Prabowo secara terperinci. Penulis juga akan membuka mata pembaca jika pelaku sejarah seperti Habibie dan Prabowo penting untuk diketahui masyarakat Indonesia yang seharusnya tahu akan sejarah perkembangan bangsanya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.